MatrasNews, Bekasi – Anak pemulung, Keimita Ayuni Putri Aiman (12), pelajar asal Bantar Gebang, Bekasi, harus menelan kekecewaan setelah dinyatakan tidak lolos Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) SMP Negeri di wilayahnya.

Padahal, ia lulusan SDN dengan nilai akademik yang baik dan bercita-cita tinggi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih baik.
Dikutip dari unggahan video dirinya mengatakan “Baru saja saya lulus SD. Saya bermimpi bisa masuk SMP Negeri di Bantar Gebang. Tapi sekarang, saya gagal,” ujar Keimita dengan suara lirih dalam video yang viral di media sosial.
Ia bahkan memohon maaf kepada orang tua dan gurunya karena tidak bisa memenuhi harapan.
SPMB seharusnya menyediakan Jalur Afirmasi, yaitu kuota bagi siswa dari keluarga kurang mampu untuk memastikan akses pendidikan yang adil. Namun, kasus Keimita mempertanyakan efektivitas jalur ini.
“Orang tua saya hanya pemulung. Kami tidak punya biaya untuk sekolah swasta. Kalau tidak diterima di negeri, saya rela berhenti sekolah,” katanya dengan nada pasrah.
Padahal, Pemerintah Kota Bekasi kerap menyatakan bahwa SPMB berjalan transparan dan berkeadilan.
Namun, realitanya, anak-anak dari keluarga prasejahtera seperti Keimita justru kesulitan mendapatkan kesempatan yang sama.
Sebelumnya saat audensi dengan AWPI pada 11/6/2025 Sekdis Pendidikan Kota Bekasi, Warsim Suryana memastikan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun Ajaran 2025/2026 dirancang lebih transparan dan adil guna meningkatkan efektivitas seleksi siswa baru tegasnya.
Warsim juga mengatakan, “Kami memiliki mekanisme verifikasi untuk memastikan siswa yang benar-benar membutuhkan bisa terdaftar di Jalur Afirmasi,” katanya.
Ada empat jalur SPMB salah satunya afirmasi, yaitu jalur penerimaan SPMB yang ditujukan untuk siswa dari keluarga kurang mampu.
Jika anak berprestasi dari keluarga pemulung saja tidak tertolong, apa artinya afirmasi? Hal tersebut harus dievaluasi.
Meski pahit, Keimita tak menyerah. Dalam pesannya, ia berpesan kepada orang tua: “Pak, Ibu, jangan ragukan cita-cita saya. Karena itu akan selalu hidup.”
Kini, masyarakat berharap ada tindak lanjut dari pemerintah daerah agar Keimita dan anak-anak marginal lainnya tetap bisa mengenyam pendidikan tanpa terbentur biaya.
#SaveKeimita pun mulai ramai di media sosial, mendesak intervensi cepat agar mimpinya tidak padam sebelum sempat bersinar.