MatrasNews, Jakarta – Kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan signifikan. Per Juli 2025, kapasitasnya telah mencapai 538 Megawatt Peak (MWp) yang terpasang di atap 10.882 pelanggan PLN.
Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna, menyatakan pemerintah menargetkan kapasitas PLTS atap dapat menyentuh 1 Gigawatt (GW) pada akhir 2025. “Harapan kami pada tahun ini untuk PLTS atap ini bisa mencapai 1 GW untuk PLTS atap sendiri, di luar PLTS lain,” ujar Feby dalam keterangan resmi, Selasa (2/9/2025).
Target jangka menengah pun telah ditetapkan. Hingga 2028, kapasitas PLTS atap ditargetkan mencapai 2 GW, dengan sebaran terbesar di wilayah Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) sebesar 1.850 MW.
Selain PLTS atap, pemerintah juga menggenjot proyek PLTS skala besar, khususnya PLTS terapung dan darat, dengan target 17 GW hingga 2034. Feby memaparkan potensi PLTS terapung di Indonesia sangat besar, mencapai 89,37 GW yang tersebar di 293 lokasi, termasuk bendungan dan danau.
Sejumlah proyek telah menunjukkan progres, seperti PLTS Terapung Cirata di Jawa Barat yang telah beroperasi (145 MW), sementara proyek di Saguling, Singkarak, dan Karangkates sedang dalam tahap pra-konstruksi dengan total kapasitas 210 MW.
Strategi kedua adalah melalui program dedieselisasi, yaitu mengganti pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) di daerah terpencil dengan pembangkit berbasis energi terbarukan, seperti PLTS. Pemerintah akan memanfaatkan dana APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk wilayah 3T guna mendukung program ini.
Di sisi lain, Institute for Essential Services Reform (IESR) mengingatkan sejumlah tantangan dalam pengembangan PLTS skala besar, terutama untuk mencapai target 17,1 GW dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Analis IESR, Alvin Putra, menyoroti dua hambatan utama. Pertama, mekanisme pengadaan energi terbarukan yang dinilai belum memiliki kerangka yang jelas. Kedua, kendala akuisisi lahan pada tahap persiapan proyek.
“Pemerintah perlu meningkatkan transparansi dalam perencanaan sistem, data, dan perizinan, misalnya melalui aplikasi,” tegas Alvin untuk mencegah penundaan proyek ke depannya.




