Matras News – Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Aceh, Safuadi, menyebutkan 10 persen pajak pada warung kopi dibebankan kepada konsumen bukan kepada pengusaha.
Dari dulu sampai sekarang, kebiasaan ngopi sambil nongkrong dengan sesekali bersenda gurau menjadi budaya masyarakat kita. Tidak hanya masyarakat di perkotaan yang notabene butuh akan bersosialisasi di kedai kopi.
Pernyataan itu disampaikan Safuadi dalam konferensi pers terkait Overview Perekonomian dan Fiskal Regional Dalam Rangka Peningkatan Kemandirian Fiskal Aceh di Gedung Keuangan Negara, Banda Aceh, pada, Rabu (27/9/2023).
“Pajak warung kopi dipungut bukan dari pengusaha tapi dari konsumen sebesar 10 persen,” kata Safuadi.
la menjelaskan, pajak restoran atau warung dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak tersebut merupakan yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli.
Baca Juga : Tarif Transjakarta Bakal Berubah Sesuai Domisili Penumpang
Minum Kopi yang Perlu Dihindari Pajak tersebut nantinya akan menjadi pendapatan asli daerah.
Sehingga pengelolaannya juga dilakukan oleh pemerintah kabupaten/ kota tempat warung kopi tersebut berada. “Jadi pajak PPN tadi yang nantinya di setor ke kas daerah,” ujarnya.
Lanjut Safuadi, pembayaran pajak merupakan simbiosis antara pengusaha dan pemerintah. Negara memfasilitasi fasilitas umum di sekitar tempat usaha.
Agar masyarakat agar bisa berjalannya aktivitas ekonomi. “Jika tidak ada akses maka tidak ada yang kunjungi sehingga ada simbiosis sebenarnya disini,” kata Safuadi.