Matras News, Jakarta – Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan langkah strategis untuk merespons kebijakan tarif tinggi dari Amerika Serikat yang berpotensi memicu ketegangan dagang global.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa fokus utama pemerintah saat ini adalah menekan defisit neraca perdagangan antara Indonesia dan AS melalui optimalisasi sektor energi dan pengaturan ulang impor komoditas penting.
“Indonesia harus mengimpor beberapa komoditas seperti LPG, BBM, dan minyak mentah, yang nilainya kurang lebih sekitar US$ 10 miliar. Kita punya defisit sekitar US$ 14,6 miliar, sementara pihak AS mengklaim defisit mereka terhadap Indonesia sebesar US$ 17,9 miliar,” ujar Bahlil usai pelantikan di Gedung Kementerian ESDM pada, Senin 28 April 2025.
Menanggapi isu rencana penambahan impor LNG dari AS, Bahlil menepis spekulasi tersebut. Ia menyatakan bahwa kebutuhan energi dalam negeri saat ini masih tercukupi dan tidak ada arahan dari Presiden Prabowo Subianto untuk mengimpor LNG.
“Saya menjelaskan apa yang saya lakukan, ya jangan dipelintir. Sampai sekarang, belum ada pembicaraan soal impor LNG dari AS,” tegasnya.
Selain itu, Bahlil menyampaikan bahwa Indonesia juga tengah menjajaki pembelian barang-barang modal dari AS senilai US$ 8–10 miliar. Barang-barang tersebut akan digunakan untuk membangun fasilitas pengolahan energi seperti kilang minyak, sebagai bagian dari agenda besar hilirisasi energi nasional.
Sejalan dengan langkah tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menegaskan pentingnya menyeimbangkan neraca dagang dengan AS. Pemerintah, menurutnya, akan meningkatkan impor produk agrikultur seperti gandum, kedelai, dan jagung, serta produk energi dan manufaktur, termasuk dari sektor penerbangan seperti Boeing.
“Beberapa komoditas ini bisa kita manfaatkan untuk memperkecil bahkan menghilangkan surplus yang selama ini menjadi sorotan AS,” ujarnya.
Dari sisi kelembagaan, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menekankan bahwa Indonesia tidak memilih jalur konfrontatif dalam merespons tekanan tarif. Pemerintah telah menyiapkan tim khusus untuk melakukan negosiasi berbasis kepentingan nasional.
“Kementerian ESDM berperan krusial dalam menekan defisit, dan sektor energi memiliki potensi besar untuk memperkuat daya saing nasional,” jelas Yuliot.
Sebagai bentuk dukungan dalam proses transisi energi dan penguatan posisi Indonesia dalam negosiasi global, firma hukum Dentons turut menyatakan komitmennya. Firma hukum terbesar di dunia ini memiliki pengalaman luas mendampingi negara-negara dalam menghadapi isu tarif dan sengketa internasional.
Andre Rahadian, Founding Partner Dentons HPRP, menyatakan kesiapan Dentons untuk menjadi mitra strategis dalam mendukung transisi energi Indonesia.
“Kami siap menjadi mitra strategis untuk memastikan transisi energi berjalan secara hukum, berkelanjutan, dan menarik bagi investor,” ujarnya.
Dengan pendekatan diplomatik yang inklusif, kolaborasi lintas sektor, serta dukungan mitra internasional, Indonesia memperlihatkan posisi yang tegas namun adaptif dalam merespons tantangan global di sektor perdagangan dan energi.