MATRAS NEWS, JAKARTA – Dalam rangka memperingati Hari Kartini dan International Women’s Day, PATA Indonesia Chapter berkolaborasi dengan Institut Pariwisata dan Bisnis Internasional mempersembahkan webinar internasional bertajuk “SDG 5 IN ACTION: Strengthening Women’s Role in Tourism”. Acara diselenggarakan secara online pada Rabu, 30 April 2025, pukul 14.00 – 17.00 WIB dihadiri ratusan peserta dari seluruh dunia.
Sekjen PATA Indonesia Chapter Ningsih Chandra mengatakan, melalui webinar ini, kami ingin mengangkat kontribusi penting perempuan dalam sektor pariwisata serta mendorong tindakan nyata dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 5: Kesetaraan Gender.
Para pembicara dari berbagai latar belakang nasional dan internasional berbagi inspirasi, pengalaman serta strategi praktis dalam memberdayakan perempuan di industri pariwisata.
Acara ini menjadi momentum untuk membangun jaringan dan kolaborasi lintas negara dalam menciptakan pariwisata yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Dalam event ini ada dua highlight topik utama yang dibahas terkait dengan kesetaraan gender yaitu:
1. Memberdayakan Perempuan dalam Pariwisata: Mendorong Kesetaraan Gender untuk Masa Depan yang Berkelanjutan.
Pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi terbesar dan tercepat pertumbuhannya di dunia. Di balik industri ini, perempuan memainkan peran yang sangat penting, baik sebagai pelaku usaha mikro, pekerja di sektor perhotelan dan pelayanan, pemandu wisata, pengrajin, hingga pemimpin komunitas.
Namun, kenyataannya, perempuan masih menghadapi berbagai tantangan mulai dari ketimpangan upah, keterbatasan akses pada posisi manajerial dan pengambilan keputusan, hingga minimnya perlindungan sosial.
Topik ini menekankan pentingnya pemberdayaan perempuan sebagai kunci untuk menciptakan pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan.
Ketika perempuan memiliki akses yang setara terhadap pelatihan, modal, teknologi dan kepemimpinan, maka potensi pariwisata untuk menjadi motor perubahan sosial dan ekonomi akan semakin kuat.
Topik diatas sangat terkait dengan SDG 5 yang bertujuan untuk mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan. Dalam konteks pariwisata, implementasi SDG 5 dapat dilakukan melalui:
- Menghapus diskriminasi gender di tempat kerja pariwisata, termasuk praktik rekrutmen yang adil dan transparan.
- Meningkatkan akses perempuan pada posisi kepemimpinan di sektor pariwisata, baik di perusahaan swasta, pemerintah, maupun organisasi komunitas.
- Memberikan pelatihan keterampilan dan pendidikan bagi perempuan, termasuk literasi digital dan kewirausahaan, agar mereka bisa lebih mandiri dan berdaya saing.
- Mendukung usaha mikro dan koperasi yang dimiliki perempuan, misalnya usaha kuliner lokal, kerajinan, atau homestay yang dikelola keluarga.
- Melindungi hak-hak pekerja perempuan, termasuk hak atas cuti melahirkan, upah layak, dan lingkungan kerja yang aman dari kekerasan dan pelecehan.
2. Pariwisata untuk Semua: Kesetaraan Gender dalam Aksi Nyata.
Pariwisata yang inklusif adalah pariwisata yang memberikan kesempatan dan manfaat bagi semua orang tanpa memandang jenis kelamin, usia, latar belakang sosial atau kemampuan fisik.
Dalam konteks ini, kesetaraan gender bukan hanya prinsip moral, tapi juga elemen strategis untuk menciptakan industri pariwisata yang adil, produktif dan berkelanjutan.
Topik ini mengajak semua pemangku kepentingan pariwisata pemerintah, pelaku usaha, swasta, komunitas lokal dan wisatawan untuk menjadikan kesetaraan gender sebagai praktik nyata, bukan sekadar wacana. “In action” berarti mengambil langkah-langkah konkret untuk memastikan perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan, akses, perlindungan dan pengakuan yang setara di seluruh rantai nilai pariwisata.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 5 menyerukan penghapusan ketimpangan gender dalam semua aspek kehidupan, termasuk ekonomi, sosial dan politik.
Dalam konteks pariwisata, penerapan SDG 5 in action dapat terlihat melalui:
- Akses setara terhadap peluang kerja dan karier di sektor pariwisata, tanpa diskriminasi berdasarkan gender.
- Peningkatan partisipasi perempuan dalam perencanaan, pengambilan keputusan dan kepemimpinan di destinasi wisata dan lembaga pariwisata.
- Pengakuan terhadap kontribusi perempuan dalam pariwisata berbasis komunitas, termasuk sebagai pelaku budaya, penjaga kearifan lokal dan pengelola usaha lokal.
- Penerapan kebijakan ramah gender, seperti pelatihan gender sensitivity di tempat kerja, ruang laktasi, jam kerja fleksibel dan perlindungan dari kekerasan atau pelecehan.
- Pemberdayaan perempuan melalui pelatihan kewirausahaan, literasi digital dan akses ke modal usaha.
Paparan dari dua topik diatas memberikan gambaran bahwa pariwisata merupakan salah satu sektor dengan tenaga kerja perempuan yang tinggi, namun masih terjadi kesenjangan dalam upah, posisi dan pengakuan.
Selain itu, pariwisata yang adil gender dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga dan komunitas lokal.
Dengan mendorong kesetaraan gender, destinasi wisata menjadi lebih inklusif, ramah, dan mencerminkan nilai-nilai keberlanjutan.
Topik-topik diatas disampaikan oleh lima pembicara yang terdiri dari empat akademisi, dan satu professional, dengan berbagai pertanyaan pada saat tanya jawab, selama dua jam.
“Jadilah bagian dari gerakan global untuk memperkuat peran perempuan dalam membangun masa depan pariwisata yang lebih setara”. Tutup Ningsih.