Matras News – Pada awal Februari 2025, sekelompok peziarah (Biksu Thudong) meninggalkan Bangkok dengan tekad yang tak tergoyahkan. Tujuan mereka bukan sekadar tempat, tetapi simbol kebangkitan batin, Candi Borobudur di Jawa Tengah.
Perjalanan itu bukan dilalui dengan kendaraan atau alat canggih, melainkan dengan langkah kaki yang sabar, menyusuri jalanan sepanjang lebih dari 2.600 kilometer.
Mereka diperkirakan akan tiba pada pertengahan Mei, setelah lebih dari 90 hari berjalan, melintasi batas-batas negara dan menghadapi segala rupa medan.
Namun, inti dari perjalanan ini tidak terletak pada peta atau jarak yang mereka tempuh. Di balik peluh yang menetes dan malam-malam tanpa kenyamanan, terdapat pencarian yang lebih dalam, sebuah pergulatan untuk menaklukkan ego, menemukan kedamaian di tengah keterbatasan, dan merawat niat awal yang kerap diuji oleh kelelahan.
- Jadwal Biksu Thudong Waisak 2025
- Berangkat dari Thailand: 6 Februari 2025
- Sampai di Batam: 16 April 2025
- Sampai di Jawa Tengah: 5 Mei 2025
- Sampai di Borobudur: 10 Mei 2025
- Puncak Acara Thudong: 10 Mei 2025
- Puncak Perayaan Waisak: 12 Mei 2025
Kenapa Biksu Thudong ke Borobudur?
Alasan utama dari para biksu Thudong ke Borobudur dikarenakan tempat tersebut merupakan tempat suci bagi umat Buddha. Catatan sejarah mengatakan bahwa Fa Hsien telah berkunjung ke Jawa pada abad 5 M.
Candi Borobudur bukan sekadar tumpukan batu yang megah, ia adalah kitab yang dipahat dalam bentuk candi. Dalam pembacaannya terhadap struktur dan makna candi ini, banyak yang menelusuri jejak ajaran-ajaran suci yang tertanam di dalamnya.
Salah satu naskah yang dipercaya memberi ilham pada rancangan candi ini adalah Gandavyuha Sutra, bagian dari teks agung Avatamsaka Sutra. Dari sanalah konsep perjalanan spiritual bertingkat dalam sepuluh tahap diwujudkan dalam bentuk arsitektur.
Lebih dari itu, Borobudur juga memancarkan ruh ajaran vajrayana, aliran esoteris dalam Buddhisme yang sarat dengan simbol dan meditasi mendalam. Dengan semua elemen itu, Borobudur bisa dimaknai bukan hanya sebagai monumen, tapi sebagai perwujudan ajaran Buddha itu sendiri.
Karena itu, menyebut Borobudur sebagai tempat suci umat Buddha bukanlah klaim berlebihan, melainkan pengakuan akan warisan spiritual yang melekat padanya. Itulah yang menjadi alasan mengapa Borobudur selalu didatangi tiap Waisak.