Matras News – Dalam Simposium Nasional “Sumitronomics dan Arah Ekonomi Indonesia” yang digelar Senin (9/6/2025), Fahri menyarankan penaikan pajak bagi pemilik rumah tapak agar warga beralih ke hunian vertikal atau rumah rusun.

“Misalnya nanti yang bikin rumah landed, pajaknya dinaikkan saja sampai dia tidak bisa tinggal di landed. Pasti dia akan tinggal di rumah susun,” tegas Fahri.
Fahri berargumen bahwa kota-kota besar di dunia sudah tidak lagi mengembangkan rumah tapak karena keterbatasan lahan.
Menurutnya, Indonesia harus mengikuti tren global dengan menghentikan pembangunan rumah tapak di perkotaan dan beralih ke konsep hunian vertikal.
“Setiap perkotaan di seluruh dunia tidak lagi punya rumah tapak. Kita harus berhenti membangunnya karena tanah di kota sudah habis,” ujarnya.
Namun, ia mengakui bahwa budaya tinggal di rusun belum membudaya di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah perlu gencar mengampanyekan peralihan ini.
Selain usul kontroversial soal pajak, Fahri juga mengusulkan perubahan skema subsidi perumahan. Ia meminta pemerintah mengalihkan subsidi dari permintaan (pembeli rumah) ke penyediaan tanah.
“Kami mengusulkan tidak perlu lagi subsidi di sisi permintaan. Yang penting subsidi di pasokan, yakni tanah. Stop subsidi di ujung [rumah], tetapi berikan subsidi pada tanah,” jelasnya.
Kebijakan ini dinilai dapat menekan harga tanah sehingga pembangunan rusun terjangkau. Namun, kritik muncul dari pengamat properti yang menilai kenaikan pajak rumah tapak justru memberatkan masyarakat kelas menengah.
Pemerintah disebut sedang mengkaji usulan ini lebih lanjut. Jika diterapkan, kebijakan ini bisa menjadi titik balik besar dalam kebijakan perumahan Indonesia.