Matras News, Bekasi – Kampung Kranggan di Kelurahan Jatirangga, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi menjadi salah satu destinasi budaya Sunda yang mempertahankan kearifan lokal di tengah kemajuan zaman.
Sudah Ada Sejak Abad Ke-15 Kampung Kranggan sendiri merupakan singkatan dari Karang Gantungan dan sudah ada sejak abad ke-15. Kampung ini memiliki warisan budaya seperti upacara Babaritan serta pakaian dan rumah adat Kranggan. Berikut kutipan dari beberapa sumber.
2 Versi Sejarah Kampung Kranggan Kolot Suta Tjamin mengatakan, bahwa ada dua versi dari sejarah Kampung Kranggan, yaitu:
– Versi pertama, kampung tersebut merupakan tempat tinggal dari Ronggo atau pejabat setingkat bupati saat masa lalu. Ronggo atau rangga merupakan istilah dalam jabatan.
– Versi kedua, nama Kranggan juga berasal dari seorang tokoh yakni Pangeran Rengga atau Rangga yang merupakan sesepuh di sana.
Leluhur Warganya Keturunan Prabu Siliwangi Leluhur warga Kampung Adat Kranggan adalah keturunan Prabu Siliwangi Raja Padjajaran yang mengungsi ke wilayah Bogor, Bekasi, Cirebon dan Banten. Maka tidak heran jika dikampung ini banyak ditemukan peninggalan Kerajaan Padjajaran.
Tradisi Babaritan atau Sedekah Bumi Babarit merupakan upacara doa bersama sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT, rasa syukur atas limpahan hasil bumi, meminta keselamatan dan keberkahan, mendoakan para sesepuh yang sudah meninggal, serta sebagai ritual tolak bala.
Prosesi upacara diadakan pada waktu sore hari di bulan Muharram atau bulan Suro. Babaritan sendiri memiliki makna bersyukur atas keselamatan dan keamanan dari masyarakat dalam menjalani kehidupan.
Bagaimana Pelaksanaan Upacara Babarit?
Upacara Babarit diawali dengan berkumpul di balai desa untuk menggelar doa bersama dan dilanjutkan mengunjungi makam sesepuh setempat.
Untuk di beberapa tempat, setelah berdoa juga dilakukan penyembelihan hewan domba kendit, domba yang dipercaya mampu menolak bala.
Punya Rumah Adat dan Baju Khusus
Ada tiga tipe rumah adat yang ada di Kranggan seperti tipe anjing tagog (anjing duduk), tipe jolopong atau simpai, dan tipe perahu tengkurep atau limas.
Selain rumah adat, terdapat juga baju adat Kranggan bernama baju Cele. Baju ini memiliki motif sederhana yakni kotak-kotak kecil. Selain itu, terdapat dua kombinasi warna yakni hitam dan putih.
Masih Menjaga Nilai Adat-Istiadat dan Norma
Masyarat sekitar masih sangat menjaga nilai-nilai, adat-istiadat, dan norma dari para leluhur yang sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Bahkan mereka meyakini, bahwa jika upacara babarit tidak dilakukan, maka akan terjadi hal-hal negatif yang akan menimpa masyarakat.
Oleh karena itu rangkaian aktivitas ritual upacara adat babarit selalu dilaksanakan dan tidak berubah pelaksanaannya.