Matras News, Jakarta – Dalam pidatonya saat melantik 88 lurah dari 11 kecamatan di Jakarta pada 10 September 1968 Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin saat itu mengatakan,” Ancaman terbesar saat ini adalah kesengsaraan dan kemelaratan. Tugas kita adalah menghilangkan hal tersebut dari kampung-kampung_”.
Program ”Kampung verbetering” (perbaikan kampung) menjadi program edukatif bagi lurah dan camat untuk memperhatikan kehidupan kampungnya.
Mereka harus menunjukkan kepemimpinannya lewat realisasi program di kampung masing-masing”.
Pandangan Ali Sadikin merupakan implementasi dari salah satu gagasan Pahlawan Nasional dari Betawi yakni Mohammad Hoesni Thamrin, yakni gagasan “Perbaikan Kampung” atau “Kampong Verbethring”* ketika MH.Thamrin atau Bang Ni menjadi anggota Volksraad (Parlemen bentukan Belanda).
Oleh Ali Sadikin atau Bang Ali gagasan tersebut kemudian menjadi kebijakan perbaikan kampung-kampung di Jakarta yang dikenal dengan proyek MHT.
Baik MH. Thamrin maupun Bang Ali adalah sosok visioner yang berupaya membangun Jakarta mulai dari kampung, hal ini tidak lain agar pembangunan terasa mulai pada level akar rumput.
Ini yang kemudian kita kenal dengan pembangunan berbasis masyarakat (base comunity development).
Salah satu kampung di Jakarta adalah Cidodol yang terletak di Kebayoran Lama Jakarta Selatan menyelenggarakan Lebaran Cidodol, selain sebagai bentuk Silturahim antar warga juga sebagai signal untuk kembali menggelorakan semangat “Membangun dari Kampung”.
Hal ini senada dengan program Gubernur Jakarta “Bang Anung” yang getol membuat terobosan agar pembangunan Jakarta berpihak pada wong cilik, nah wong cilik dalam literasi Jakarta adalah “Anak Kampung”, dengan demikian Lebaran Cidodol bukan sekedar seremoni budaya artifisal dan festival budaya betawi semata, tetapi juga merupakan upaya penegasan (konfirmasi) terhadap komitmen pada pembangun berbasis masyarakat (AK).
Oleh : Bang Azis Khafia