Advertisement Section
Header AD Image

Tradisi Adat dan Budaya Desa Wisata Hilisimaetano Nias Selatan

Matras News, Nias – Desa Wisata Hilisimaetano merupakan salah satu desa adat tertua di tanah Nias Selatan. Hingga kini Desa Hilisimaetano masih teguh menjaga nilai adat istiadat serta peninggalan para leluhur mereka. 

Berbicara mengenai Nias tentunya yang langsung terbayang adalah tradisi lompat batu atau yang disebut fahombo. Tradisi ini menjadi suguhan atraksi wisata yang menarik bagi wisatawan. Tradisi lompat batu biasanya dilakukan para pemuda dengan cara melompati tumpukan batu setinggi kurang lebih dua meter. Ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa mereka pantas dianggap dewasa dan memberikan sebuah kebanggaan tersendiri bagi keluarga mereka.

Menparekraf, Sandiaga Salahuddin Uno kagum menyaksikan adat istiadat dan budaya di Desa Wisata Hilisimaetano, Kecamatan Maniamolo, Kabupaten Nias Selatan, Sumatra Utara yang masih dijaga dan dilestarikan dengan baik oleh masyarakat setempat.

Kendati demikian, tidak semua anak laki-laki sanggup melakukan tradisi ini, karena walaupun mereka dilatih sejak dini, masyarakat Nias percaya ada keterlibatan magis dari roh leluhur yang membuat mereka berhasil melompati batu dengan sempurna.

“Kekentalan adat budaya lompat batu, tari perang, tari harimau, sampai penganugerahan tadi sudah saya nikmati. Dan saya melihat kekentalan sejarah dan budaya, saya melihat ini adalah atraksi utama kita, tradisi budaya untuk mempromosikan pariwisata dan ekonomi kreatif Nias Selatan. Dan ini adalah pariwisata berbasis komunitas,” kata Menparekraf Sandiaga, saat visitasi Desa Wisata Hilisimaetano yang masuk ke dalam 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022, Rabu (22/6/2022).

Kehadiran Menparekraf disambut oleh Tarian Mogaele, yang biasa dilakukan untuk menyambut tamu kehormatan.

Memasuki desa, terdapat Batu Megalitik yang menandakan pada zaman megalitikum masyarakat Nias menggunakan peralatan dari batu besar. 

Kemudian 50 rumah adat yang bangunannya masih terpelihara dengan baik. Namun sangat disayangkan, ada satu rumah adat tertua yang runtuh akibat dampak dari tsunami Aceh tahun 2004.

Sampai saat ini, sistem pemerintahan yang dijalankan masih mengikuti sistem adat. Dimana sistem kepemimpinan adat desa masih dipegang oleh Si’ulu atau Raja yang merupakan kaum bangsawan Nias. Kemudian, para cendikiawan atau yang disebut Si’ila berperan sebagai pemberi nasihat kepada bangsawan. Dan Sato atau Fa’abanuasa (masyarakat) yang terus bergotong-royong dalam menjaga Lakhömi mbanua (marwah desa).

Dalam Kunjungan kerjanya, Menparekraf bertemu dengan anak-anak yang sedang latihan lompat batu di sebuah replika lompat batu kecil dan para pemuda yang melakukan lompat batu sungguhan. Anak-anak kecil di desa memang rutin melakukan latihan setiap pekan, agar tradisi lompat batu di Desa Hilisimaetano tidak punah. 

Usai melihat atraksi fahombo, Menparekraf Sandiaga menyaksikan sebuah ritual kuno famadaya harimao. Ritual ini dilaksanakan tiap 14 tahun sekali, dengan mengarak patung yang menyerupai harimau (lawolo fatao) untuk penyucian dan pembaharuan atas hukum-hukum adat yang berlaku di seluruh daerah Maniamolo. Setelah famadaya harimau selesai, dilanjutkan dengan membaca doa-doa kuno (fo’ere).

Desa ini juga memiliki tradisi kerajinan tangan atau kriya yang masih dilakukan sampai sekarang, diantaranya anyaman topi caping, pahatan, ukiran, dan pedang besi (manofa). Dahulu, manöfa difungsikan sebagai alat perang masyarakat Nias. Kala itu ketika menang melawan musuh, kepala musuh akan disematkan pada ujung sarung pedang.

Hilisimaetano juga memiliki kawasan persawahan yang terbesar di Nias Selatan sehingga potensi untuk menjadi kawasan agrowisata sangatlah besar. Menparekraf Sandiaga pun ingin mengembangkan potensi tersebut.

“Sekarang kami sangat khawatir dengan adanya ancaman krisis pangan, krisis energi, tapi Nias Selatan ini khususnya di Desa Wisata Hilisimaetano justru memiliki potensi untuk bisa memiliki ketahanan pangan dan kemandirian energi ini bisa kita kembangkan ke depan,” katanya.

Menparekraf Sandiaga juga berencana untuk menjadikan Desa Hilisimaetano sebagai desa wisata berkelanjutan. Namun sebelumnya, perlu ada beberapa fasilitas yang dibenahi, diantaranya toilet dan homestay.

“Kita akan memberikan pendampingan, pelatihan, kita akan ada peningkatan destinasi wisata lainnya, seperti toilet, begitupun dengan homestay karena di sini hanya ada satu, kita akan tingkatkan, juga kita ingin jadikan desa wisata ini sebagai tujuan wisata selagi ada WSL Pro, untuk membangkitkan ekonomi masyarakat,” kata Sandiaga.

“Kita juga akan meningkatkan desa wisata ini agar menjadi desa wisata berkelanjutan, kita akan kembangkan produk ekonomi kreatifnya, sehingga lapangan kerja terbuka dan penghasilan masyarakat meningkat,” lanjutnya.

Diakhir visitasinya, Menparekraf dinobatkan sebagai Tuha Samaondro Luo, yang berarti seseorang yang punya kekuatan luar biasa, yang bisa membawa sinar dan terang. Khususnya kepada Desa Wisata Hilisimaetanö Nias Selatan dan Indonesia secara luas.

(her)