MatrasNews, Jakarta – Dunia tengah menghadapi dinamika geo-politik dan geo-ekonomi yang kompleks, mulai dari persaingan AS-China, krisis iklim, hingga fragmentasi ekonomi global.
Namun, Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini, menegaskan bahwa Indonesia justru memiliki peluang strategis untuk menjadi kekuatan baru di panggung internasional.
“Diplomasi Indonesia yang agresif di Global South dan BRICS+ adalah bentuk politik bebas aktif yang tepat untuk bertahan di tengah ketidakstabilan global,” ujarnya menanggapi KTT BRICS 2025 yang mengusung tema “Strengthening Global South Cooperation Towards More Inclusive and Sustainable Governance.”
Prof. Didik menyoroti bahwa meski BRICS+ belum memiliki kekuatan militer yang solid, kekuatan ekonominya sangat signifikan. “Ini menandakan BRICS akan menjadi pemain kunci dalam tatanan dunia baru,” tegasnya.
Menurutnya, dunia sedang bergerak menuju sistem multipolar di mana kekuatan seperti Uni Eropa, India, Turki, Iran, Brasil, dan ASEAN semakin menentukan arah geopolitik. Sementara itu, lembaga internasional seperti PBB, WTO, dan IMF mulai kehilangan pengaruh akibat konflik antar-blok.
Prof. Didik menjelaskan, persaingan dagang dan teknologi AS-China memicu deglobalisasi parsial dengan meningkatnya proteksionisme dan friend-shoring. Namun, di tengah tantangan ini, Indonesia bisa memanfaatkan momentum dengan mengembangkan industri hijau, seperti pengolahan nikel dan produksi baterai kendaraan listrik (EV).
“Ini peluang emas. Pertumbuhan industri tidak boleh stagnan di 3-4%. Dibutuhkan kebijakan radikal untuk mendorong lompatan ekonomi,” tegasnya.
Ia juga memuji langkah pemerintah dalam memperkuat ketahanan pangan dan energi. “Program stimulasi harga tinggi untuk petani beras telah meningkatkan produksi dan stok nasional. Ini harus terus didorong,” ujarnya.
Prof. Didik menekankan pentingnya mempertahankan politik luar negeri bebas-aktif. “Indonesia tidak boleh terjebak dalam blok Barat atau Timur. Posisi netral kita adalah kekuatan strategis,” katanya.
Keikutsertaan Presiden Prabowo Subianto dalam KTT BRICS dinilainya sebagai langkah strategis. “Ini membuka akses pendanaan, investasi, transfer teknologi, dan memperkuat posisi Indonesia sebagai penyeimbang global,” pungkasnya.
Dengan analisis tajamnya, Prof. Didik menggarisbawahi bahwa krisis multidimensi justru menjadi peluang bagi Indonesia untuk bangkit sebagai pemain utama di era geopolitik yang berubah cepat.









