MatrasNews, Denpasar – Menteri Perdagangan Budi Santoso mengajak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Bali untuk aktif memanfaatkan program UMKM Berani Inovasi, Siap Adaptasi Ekspor (UMKM BISA Ekspor) guna memaksimalkan potensi ekspor produk unggulan daerah.
Ajakan ini disampaikan dalam dialog bersama 30 pelaku UMKM binaan Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HPPI), Indonesia Design Development Center (IDDC), dan Export Center Surabaya di Denpasar, Selasa (29/7).
“Produk UMKM Bali sangat berpotensi ekspor.
Namun, perlu penguatan standardisasi, kualitas, kemasan, dan manajemen ekspor. Program ini hadir untuk membantu,” tegas Mendag Budi.
Mendag menjelaskan, program UMKM BISA Ekspor fokus pada peningkatan kapasitas produk (resource-based) dan strategi pemasaran (market-based). Kemendag juga memfasilitasi business matching melalui 46 perwakilan perdagangan di 33 negara, termasuk Atase Perdagangan dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC).
Hingga semester I-2025, program ini telah memfasilitasi:
• 356 kegiatan business matching
• 241 sesi pitching bisnis
• 609 UMKM terlibat dengan nilai transaksi USD 87,04 juta (Rp1,3 triliun).
“Kami ingin kontribusi UMKM Bali meningkat, terutama di sektor perhiasan perak yang punya pasar kuat di AS, Eropa, dan Singapura,” ujar Budi.
Perwakilan CV Gangga Sukta (binaan IDDC) mengapresiasi dukungan desain dan kemasan yang membantu penyesuaian produk untuk pasar global.
Sementara PT Bali Sustainable Seafood (binaan Export Center Surabaya) menyatakan program ini memperluas jaringan dan kapasitas ekspor mereka.
Usai dialog, Mendag mengunjungi PT Karya Tangan Indah (John Hardy), produsen perhiasan perak ternama.
Bali merupakan pengekspor perhiasan perak terbesar kedua di Indonesia (30,93% share nasional), dengan tujuan utama AS (USD 16,5 juta), Singapura (USD 6,7 juta), dan Jerman (USD 6,7 juta). “Sinergi pemerintah dan pelaku usaha kunci perluas akses pasar global,” pungkas Budi.
Permintaan perhiasan perak dunia diprediksi capai USD 38–40 miliar di 2024, dengan pertumbuhan 4,6–5% per tahun. Dengan ratifikasi IEU-CEPA, produk Indonesia berpeluang masuk Eropa dengan tarif 0%.









