Matras News, Jakarta – Pandemi Covid-19 yang melanda dunia telah melahirkan banyak dampak. Salah satu dampaknya bagi dunia kerja.
Termasuk startup, adalah maraknya layoff atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Di sini terlihat adanya pola survival bahwa startup yang dari awal memiliki product-market fit kuat tetap bertahan.
“Begitu pandemi selesai, traditional model kembali diberlakukan. Banyak startup yang salah memprediksi growth-nya.
At the end, saya lihat, ini adalah seleksi alam yang bagus, a great startup akan jalan terus, (sedangkan) startup yang kurang kuat di product-market fit-nya tidak survive,” jelas Perwakilan Startup Studio Indonesia (SSI) Italo Gani
Pada acara Press Conference SSI yang dilangsungkan secara hybrid di Hotel Harris Vertu Harmoni Jakarta. Kamis (24/08/2023).
Italo menambahkan, ekosistem global pun ikut berubah sehingga masyarakat dituntut untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang ada, termasuk budaya remote activity.
Sejalan dengan yang disampaikan oleh Italo, Co-Founders Rekosistem Joshua Valentino melihat tren PHK dari objektif seorang perintis startup sekaligus pelaku usaha.
Menurut Joshua, kaderisasi dalam organisasi adalah hal krusial yang wajib ada untuk menekan mencuatnya angka PHK di dunia startup.
“Melihat talent yang potential memang merupakan hal yang menggiurkan, tapi organisasi itu juga sangat penting.
Setelah funding, kita memutuskan untuk hire, kemudian ketika ada proses iterasi yang menyesuaikan, beberapa hal menjadi tidak function.
Untuk menghindari konsekuensi itu, pemilihan talent wajib diperhatikan. Setiap orang berkarya semaksimal mungkin dengan proses kaderisasi yang baik dan ketat.
Hal itu pada akhirnya menghindari over-recruitment,” tambahnya.
Diferensiasi dan Improvisasi Program SSI dari Waktu ke Waktu
Sementara itu, Koordinator SSI Sonny Hendra Sudaryana menegaskan, ada atau tidak adanya perubahan pada ekosistem global.
SSI selalu menghadirkan iterasi yang berbeda dari batch 1 hingga ke-7 saat ini.
Program ini memfasilitasi dan mengakselerasi kebutuhan dari masing-masing early-stage startup dengan menyiapkan coach yang akan memecahkan masalah yang mereka hadapi.
“Dilihat dari sisi market, ketika di forum internasional, Indonesia dianggap sebagai market yang paling besar.
Maka kita harus meningkatkan kaliber dan kualitas founders-nya karena sebenarnya funding-nya ada, tapi mereka picky dalam melihat bagaimana startup dan founders-nya.
Sekarang ini, ada 210 juta orang sudah mengakses internet, dari sisi market growing maka harus ditingkatkan dari segi kualitas founders,” tuturnya.
Sonny juga menambahkan bahwa, sejalan dengan fungsi Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo).
Untuk memfasilitasi dan mengakselerasi kebutuhan early-stage startup.
Hal itu mendorong para rintisan startup focus pada 1-on-1 coaching session untuk terus mengembangkan startup.
Ada lebih dari 400 coach dan mentor yang difasilitasi oleh Kemenkominfo.
“Ada sesi intimate bersama coach-nya untuk meningkatkan kualitas dan kaliber dari founders-nya.
Yang kedua untuk funding, kita dalam bentuk fasilitasi, seperti membantu produk mereka melalui program, kalau funding kita melalui HUB ID.
Funding pemerintah itu memang lebih sulit karena ada aturan birokrasi, tapi kita membuka network untuk investment,” pungkasnya. (*)