MatrasNews, Bekasi – Geliat angkutan online yang masif mengubah wajah transportasi perkotaan. Di Kota Bekasi, hal ini memunculkan kerinduan warga pada era kejayaan angkutan kota (angkot) yang dulu menjadi primadona andalan masyarakat.
Suara mesin yang terkadang menderu maupun klakson khasnya telah menjadi soundtrack bagi kehidupan warga Kota Bekasi selama puluhan tahun.
Namun, belakangan, soundtrack itu mulai sayup-sayup terdengar, tergantikan oleh deru motor dan mobil aplikasi berbasis online.
Kini, warga di sejumlah wilayah, termasuk Bekasi Utara, tidak henti-hentinya menyuarakan kerinduan mereka terhadap kondisi angkot yang dianggap lebih baik pada masa lalu.
Melihat latar belakang tersebut, matrasnews mencoba menjumpai sejumlah warga di bilangan Bekasi Utara yang dahulu menggantungkan mobilitas hariannya pada angkot.
Bagi mereka, angkot bukan sekadar moda transportasi, melainkan sebuah institusi sosial yang menghubungkan satu perumahan dengan pusat kota.
“Dulu, angkot di sini benar-benar primadona. Dari mulai para karyawan yang berangkat bekerja sampai pelajar yang bergegas ke sekolah, semuanya mengandalkan angkot,” kenang Dedi (45), seorang warga yang telah tinggal di sebuah perumahan Harapan Jaya, Bekasi Utara selama lebih dari 15 tahun, ketika ditemui Kamis (11/9/2025).
Kenangan manis itu dibarengi dengan cerita perjuangan yang kini terasa nostalgik. “Kita harus sudah standby di halte sejak matahari belum terbit. Sudah banyak yang antre. Saat angkot datang, ya harus rela sedikit berebut agar bisa naik dan tidak terlambat. Meski ramai, waktu itu angkot adalah pilihan utama yang paling reliable,” tambahnya.
Namun, panorama itu berubah drastis seiring dengan merebaknya layanan transportasi online yang menawarkan kenyamanan, kepastian jadwal, dan door-to-door service. Perlahan tapi pasti, angkot mulai tersisihkan. Primadona itu pun kehilangan pesonanya.
“Banyak teman-teman saya yang dulu ngandelin angkot sekarang beralih ke ojek online atau mobil online. Lebih praktis. Akibatnya, yang masih setia naik angkot jadi susah karena jumlah operasionalnya juga berkurang. Primadona bagi masyarakat di perumahan ini sudah tidak bisa lagi diandalkan,” ujar Dedi.
Kerinduan akan kehadiran angkot yang nyaman dan tetap eksis memunculkan harapan dari warga. Mereka berharap ada solusi agar angkot tidak punah begitu saja.
“Saya sih berharap besar, mudah-mudahan ada solusi. Agar angkotnya bisa terus bertahan dan diremajakan, bahkan bisa menjadi primadona kembali bagi warga Kota Bekasi. Bukan sekadar nostalgia, tapi sebagai moda transportasi yang benar-benar dibutuhkan,” harap Dedi.
Harapan itu tertumpu pada Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dan seluruh stakeholder terkait. Warga berharap ada langkah konkret untuk merevitalisasi transportasi umum tradisional ini.
“Kami berharap Pemkot, Dinas Perhubungan, dan semua pihak yang bersinggungan langsung dengan masalah transportasi ini bisa duduk bersama. Carilah titik temu yang solutif. Mungkin dengan peremajaan armada, penyesuaian rute, integrasi dengan pembayaran digital, atau strategi lainnya agar angkot bisa bersaing dan tetap relevan,” pungkas Dedi.
Seperti diketahui, revitalisasi angkot tidak hanya soal menyelamatkan sebuah moda transportasi, tetapi juga tentang mempertahankan salah satu identitas budaya kota yang telah mengantarkan banyak warga Bekasi menjalani aktivitasnya selama bertahun-tahun.









