Advertisement Section
Header AD Image
Angka Kasus Hepatitis di Indonesia Masih Tinggi

Angka Kasus Hepatitis di Indonesia Masih Tinggi

Matras News, Jakarta – Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi mengungkapkan bahwa meskipun prevalensi hepatitis telah menurun secara signifikan, angka kasus di Indonesia masih cukup tinggi.

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), Indonesia berada di peringkat keempat di kawasan Asia Tenggara (South-East Asia Region/SEARO) untuk kejadian dan kematian akibat penyakit liver.

“Tercatat baru 56 ribu yang didiagnosis, artinya masih banyak sekali penderita hepatitis B yang tidak terdiagnosis karena tidak terskrining. Orang-orang inilah yang kemungkinan besar menularkan ke orang lain,” ujar Imran dalam keterangan resminya pada, Senin 29 Juli 2024.

Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, dr. Andri Sanityos, menjelaskan bahwa hepatitis adalah peradangan hati yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti obat-obatan, perlemakan, autoimun, alkohol, bakteri, parasit, dan virus.

Virus hepatitis terdiri dari lima jenis, yakni hepatitis A, B, C, D, dan E, yang masing-masing memiliki cara penularan, gejala, tingkat keparahan, dan metode pencegahan yang berbeda.

“Hepatitis B dan C dapat berkembang menjadi kronis dan berpotensi menjadi penyebab sirosis hati dan kanker hati yang berujung pada kematian,” kata dr. Andri.

Pada fase kronis hepatitis B, sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala. Namun, ketika penyakit sudah lanjut, gejala baru muncul, menandakan fungsi liver yang sangat berkurang dan membuat pengobatan menjadi lebih sulit.

Pengobatan hepatitis B dimulai dari fase imun aktif. Bila pasien hepatitis B mengalami inflamasi sedang-berat pada hati atau fibrosis signifikan, mereka diindikasikan untuk terapi. Tujuan dari terapi adalah untuk mencegah progresivitas penyakit menjadi sirosis dan kanker hati.

Hepatitis C sebagian besar tidak bergejala (asimtomatik). Diagnosis hepatitis C ditegakkan melalui skrining anti-HCV. Jika hasil skrining positif, dilanjutkan dengan pemeriksaan HCV RNA.

“Mengenai pengobatan, terapi Direct Acting Antiviral (DAA) saat ini menjadi pilihan utama dengan tingkat kesuksesan yang tinggi,” tambah dr. Andri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *